Permintaan Mutasi
Suatu hari Khalifah Al-Ma’mun didatangi serombongan warga yang bermaksud mengadukan gubernur mereka.
"Kalian jangan macam-macam kepadanya. Aku tahu persis beliau gubernur yang baik dan berlaku adil pada kalian," kata Khalifah.
Sesepuh warga yang ditunjuk sebagai pemimpin maju ke depan dan berkata, "Amirul mukminin, apa artinya kecintaan ini bagi kami jika tidak dinikmati juga oleh rakyat yang lain? Selama lima tahun ia telah memimpin kami dengan baik dan adil. Karena itu, mutasikan ke wilayah lain agar keadilannya bisa dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat."
Mendengar itu Khalifah tertawa sambil meninggalkan mereka.
Senjata Makan Tuan, Ajaran Makan Guru
Di Sajastan, wilayah Asia tengah, antara Iran dan Afganistan, hidup seorang ulama ahli bahasa yang amat terkenal. Suatu hari ia menasehati putranya: "Kalau kamu hendak membicarakan sesuatu, pakai dahulu otakmu. Pikirkan dengan matang; setelah itu, baru katakan dengan kalimat yang baik dan benar."
Pada suatu hari di musim hujan, keduanya sedang duduk-duduk santai di dekat api unggun di rumahnya. Tiba-tiba sepercik api mengenai jubah tenunan dari sutera yang dikenakan sang ayah. Peristiwa itu dilihat putranya, namun ia diam saja. Setelah berpikir beberapa saat barulah ia membuka mulut,
"Ayah, aku ingin mengatakan sesuatu, bolehkah?" tanyanya.
Kalau menyangkut kebenaran katakan saja," jawab sang ayah.
"Ini memang menyangkut kebenaran," jawabnya.
"Silakan," kata sang ayah. Ia berkata,
"Aku melihat benda panas berwarna merah."
"Benda apa itu?," tanya sang ayah.
"Sepercik api mengenai jubah ayah," jawabnya.
Seketika itu sang ayah melihat jubah yang sebagian sudah hangus terbakar.
"Kenapa tidak segera kamu beritahukan kepadaku?," kata sang ayah. "Aku harus berikir dahulu sebelum mengatakannya, seperti apa yang anda nasihatkan kepadaku tempo hari," jawab putranya dengan lugu.
Sejak itu ia berjanji akan lebih berhati-hati dalam memberikan nasihat pada putranya. Ia tidak ingin peristiwa pahit seperti itu terulang lagi.
Kebijaksanaan dari Toko Sepatu
Nasrudin diundang menghadiri sebuah pesta perkawinan. Sebelumnya, di rumah orang yang mengundang itu, ia pernah kehilangan sendal. Karenanya sekarang ia tidak lagi meninggalkan sepatunya di dekat pintu masuk, tapi menyimpannya di balik jubahnya.
"Buku apa itu di dalam sakumu?" tanya tuan rumah kepada Nasrudin.
"Ha, mungkin dia sedaang mencari-cari sepatuku," pikir Nasrudin, "untung aku dikenal sebagai kutu buku."
Maka dengan sekeras-kerasnya ia berkata: "Tonjolan yang engkau lihat ini adalah Kebijaksanaan."
"Menarik sekali! Dari toko buku mana engkau dapatkan itu?"
"Yang jelas aku mendapatkannya dari toko sepatu!"
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam nyepam dosa tau!!!,mari jadikan bloger indonesia lebih baik!